Sosialisasi Usia Pra-Nikah UU 2019


Sosialisasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Penyuluh Agama Islam Honorer (PAIH) Kec. Pulung Ponorogo memberikan Sosialisasi Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 1 tahun 1974 di SMAN 1 Kec. Pulung Kabupaten Ponorogo.

Kegiatan ini bertempat Masjid SMAN 1 Kec. Pulung. Diikuti oleh peserta dari Siswa dan Siswi Kelas X dan XI, terdiri dari Jurusan IPA dan Jurusan IPS. keseluruhan peserta lebih dari 150 Siswa, Guru Agama, dan PAIH Kec. Pulung.

Kami menyampaikan materi sosialisasi dengan metode ceramah dan tanya jawab. Materi disajikan dalam slide power point, agar atensi siswa terjaga. Tak lupa kami memberikan angket. Isinya beberapa pertanyaan personal seperti:
- Dengan siapa curhat?
- Pernah pacaran?
- Apakah orang tua mengetahui?
- Dan seterusnya

Angket direkap berupa angka kuantitatif. Dibahas di sesi akhir acara untuk diketahui oleh semua peserta. Data angket ini tidak hanya penting bagi PAIH tetapi juga penting untuk guru agama. Utamanya mengetahui perkembangan siswa-siswinya agar terhindar dari hal-hal yang tidak dikehendaki seperti hamil di luar nikah.

Tidak hanya sampai di sini, kegiatan sosialisasi rencananya akan dilaksanakan kembali di SMK 'Ainul Ulum dan MA Muhammadiyah Kecamatan Pulung. Untuk di awal kami memprioritaskan peserta usia di rentang 16-18 tahun, yaitu usia SMA sederajad.

Dinamika perubahan undang-undang di indonesia selaras dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman yang terjadi selalu diikuti dengan penyelarasan peraturan perundang undangan yang berlaku yang disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat. selama tidak bertentangan dengan norma norma yang berlaku.

Terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019 adalah merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Secara Subtantif tidak ada perubahan yang signifikan pada undang-undang nomor 1 tahun 1974. Namun seiring dengan perkembangan perundang undangan di indonesia, bahwa menurut undang-undang perlindungan anak orang yang masih berumur dibawah 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak anak, sehingga pemerintah memandang perlunya perubahan pada batas usia perkawinan.

Apabila mengikuti undang udang nomor 1 tahun 1974 maka perkawinan yang terjadi akan tidak sesuai dengan undang- undang perlindungan anak, karena dalam undang-undang perlindungan anak, yang disebut sebagai anak adalah orang yang masih berusia dibawah 18 tahun dan pada pasal 26 disebutkan bahwa orang tua berkewajiban mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak,"

Terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019 adalah upaya pemerintah dalam rangka melindungi perkawinan yang sah dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan diberlakukannya undang undang nomor 16 tahun 2019 batas usia yang diizinkan untuk menikah yang sebelumnya pada udang undang nomor 1 tahun 1974 adalah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun menjadi usia 19 tahun bagi laki laki dan perempuan. dalam undang undang nomor 16 tahun 2019 juga mengatur apabila terdapat penyimpangan dalam hal ketentuan umur, maka diperlukan dispensasi dari pengadilan agar dapat melanjutkan perkawinan.

Dengan terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019, resiko yang timbul atas perkawinan yang sah dapat diminimalisir, dan juga bagi kedua pengantin akan mendapat jaminan kepastian hukum yang lebih pasti.









1 komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...

Tiga Jenis Kelompok Radikal


Tiga Jenis Kelompok Radikal
Secara umum yang bisa kita identifikasi sebagai kelompok radikal itu sebagai berikut:

    Kaum Takfiri
Pertama, kaum takfiri yang menganggap kelompok selainnya sebagai kafir. Berbeda pandangan sedikit saja langsung kita dikafirkan. Ini radikal dalam keyakinan. Hal ini terjadi karena rendahnya pemahaman dan kurang dalamnya penggalian serta penafsiran makna Al-Qur'an maupun Hadits (Dangkalnya Pemahaman terhadap Al-Qur'an & Hadits). Seperti yang kita ketahui memahami Al-Qur'an dan Hadits memerlukan modal dasar disiplin keilmuan lain. Tidak boleh menafsirkannya dengan modal pemahaman sendiri apalagi dibumbui dengan sentimen pribadi dan golongan.

    Kelompok Jihadis
Kedua, kelompok jihadis yang membunuh orang lain atas nama Islam. Mereka melakukan tindakan di luar hukum tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i. Ini radikal dalam tindakan. Pemahaman tekstual dan sempit dari sebagian kelompok ini juga mengakibatkan non-muslim memiliki stigma negatif terhadap Islam. Contohnya, penafsiran dan penggunaan ayat-ayat perang yang tidak relevan digunakan menjadi dalil bom bunuh diri atas nama jihad. Umumnya jihadis ini berkembang melalui kekerabatan, sekolah, pengajian, konflik lokal. Keempat lini ini juga memungkinkan adanya pembentukan identitas dan konsolidasi para jihadis mengingat mereka selalu bertemu dalam aktivitas sehari-hari.

    Kelompok Ideologi
Ketiga, kelompok yang hendak mengganti ideologi negara dengan menegakkan Negara Islam khilafah. Tindakan mereka menciderai kesepakatan pendiri bangsa. Ini radikal dalam politik. Khilafah Itu Islami Tapi Tidak Berarti Islami Adalah Khilafah. NKRI sudah bersyariah tidak perlu berkhilafah. Ambil contoh sila pertama PANCASILA tentang Ketuhanan Yang Maha Esa (nilai dasar). Kemudian nilai instrumentalnya adalah UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 & 2 tentang agama, ada juga Undang-undang tentang haji, undang-undang pengelolaan zakat, dan masih banyak lagi.

Karakter radikal di atas bisa merupakan kombinasi ketiganya: mengkafirkan, membunuh, dan mau mengganti ideologi Pancasila. Ini yang paling berbahaya, apalagi kalau mereka merupakan jaringan transnasional. Tentu pemerintah harus bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok ini. Jika tidak segera ditangani secara tepat bisa menyebabkan disintegrasi nasional.


Dirangkum dari berbagai sumber:
-https://www.nu.or.id/post/read/108082/dangkalnya-pemahaman-terhadap-al-quran-hadits-munculkan-kaum-takfiri
-https://www.paramadina-pusad.or.id/telusur-empat-jalur-jihadis-indonesia/

1 komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...