Wacana penghapusan tenaga honorer, Penyuluh Agama?

Wacana penghapusan tenaga honorer, Penyuluh Agama?

"Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023," kata Tjahjo Kumolo.

Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) di atas menjadi sinyal bagi kita, mengingat Penyuluh Agama Islam non PNS juga merupakan tenaga honorer. Sederhananya honorer adalah mereka yang mendapat honor / gaji dari APBN maupun APBD.

Karena Pemerintah (melalui UU ASN) menghendaki status pegawai pemerintah di tahun 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Artinya kita punya 2 tahun ke depan sampai 2023 untuk menanti kejelasan status kita sebagai Penyuluh Agama Islam non PNS (honorer). Tentu Bimas Kemenag pun mengupayakan sekuat tenaga untuk memperjuangkan kejelasan status kita. Info terkini bimas Kemenag sudah menyampaikan usulan formasi PPPK Penyuluh Agama sebanyak 45.000 penyuluh kepada Kemenpan RB, akan tetapi belum ada balasan dari pusat. Hal penting yang harus digarisbawahi adalah usulan 45rb formasi ini bukanlah pengangkatan otomatis, melainkan jalur seleksi.

Nah, kalau bicara tentang seleksi ASN dalam hal ini PPPK, maka pada umumnya akan ada beberapa tahapan seleksi, yakni: 
  • seleksi administrasi
  • seleksi kompetensi dasar (SKD)
  • seleksi kompetensi bidang (SKB).
Khusus untuk seleksi administrasi, melihat pola rekrutmen PPPK Guru, maka mungkin persyaratan seleksi diantaranya akan seperti ini:
  • usia maksimal 58 tahun
  • ijazah S1 Kegamaan (linier)
  • pengalaman kepenyuluhan (SK / Sertifikat)
  • Terdata di aplikasi e-PA (elektronik Penyuluh Agama)
  • dll
Bagi Penyuluh Agama hal tersebut cukup dilematis. Seperti yang kita ketahui tidak sedikit PAH yang belum memiliki ijazah S1. Yang punya ijazah S1 pun kebanyakan S1 Pendidikan bukan S1 Keagamaan. Akan sangat sayang jika mereka yang sudah memiliki pengalaman lebih tentang Kepenyuluhan Agama harus tereliminasi karena regulasi.

Maka kita harus menyikapinya dengan tenang dan berbesar hati. Apapun yang menjadi keputusan pemerintah tentu melalui pertimbangan-pertimbangan yang matang, melalui analisis-analisis yang memadai. Kita berdoa semoga ada solusi yang mutualisme dari pemerintah, agar penyuluh tetap jaya, Hidup jayalah penyuluh kita...!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...

Tantangan Penyuluh Agama di Tahun 2022

Tantangan Penyuluh Agama di Tahun 2022
Tantangan Penyuluh Agama di Tahun 2022

Terdengar ada kabar baik di akhir tahun 2021 khususnya bagi penyuluh agama yakni terkait kenaikan honor. Kabar ini sudah menyebar di berbagai media cetak maupun media online. Info terkini honor akan dinaikkan menjadi setingkat UMP (Upah Minimum Provinsi) atau UMK (Upah Minimum Kabupaten).

Hal ini terkonfirmasi melalui rapat kerja Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama Komisi  VIII DPR RI. Honor dinaikkan agar kesejahteraan penyuluh sedikit terpenuhi sehingga penyuluh akan senantiasa meningkatkan kapasitasnya. Juga sebagai upaya untuk mendukung  terwujudnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020/2024.

Tentu dengan adanya kenaikan honor maka akan berimplikasi pada serapan uang negara yang tidak sedikit. Ada sekitar 50.000 orang penyuluh agama yang tersebar di Nusantara. Tapi sudah selayaknya penyuluh ini mendapatkan horor yang layak mengingat mereka adalah garda terdepan Kementerian Agama. Bersentuhan langsung dengan masyarakat, ujung tombak sekaligus ujung tombok bagi Kemenag. Ya benar ujung tombok karena tidak jarang para penyuluh ini melakukan kegiatan dengan iuran urang pribadi.

Harus diakui tidak sedikit penyuluh yang masih menyembunyikan identitasnya sebagai seorang penyuluh. Semisal Si A adalah seorang Guru Honorer merangkap sebagai penyuluh agama, seringkali dia lebih nyaman bila dikenal sebagai Guru dibanding penyuluh. Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian, kontrol, dan atensi dari pusat. Minimnya seminar, pendidikan, dan pelatihan kepenyuluhan juga menjadi salah satu sebab.

Terlebih di Era Disrupsi ini penting sekali adanya upgrade SDM, agar penyuluh nanti memiliki keterampilan dasar yang dibutuhkan khususnya di era digital seperti sekarang ini. Ketika dahulu dakwah dilaksanakan dengan tatap muka, maka sekarang banyak sekali cara menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui media daring. Hal ini tentu membutuhkan adaptasi.

Maka sebenarnya tantangan penyuluh agama di tahun ini setidaknya ada tiga hal berat yang dihadapi oleh penyuluh agama yaitu:
  1. Perubahan tatanan dan perilaku masyarakat akibat adanya pandemi covid-19 yang disruptif (merubah segala sesuatu secara fundamental/mendasar); 
  2. Berkembangnya wacana islam yang fundamentalis dan radikal di satu sisi serta Islam liberal di sisi yang lain;
  3. dan terakhir tantangan dalam mengatasi problem moralitas dan karakter bangsa Indonesia yang kian merosot dan melemah.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...