Beda emak-emak vs ibu-ibu


Konon, seorang wanita per hari, rata-rata mengeluarkan kata-kata sebanyak 16.000-21.000, sedangkan laki-laki sebanyak 5.000-9.000. Dengan kata lain, wanita lebih suka dan banyak berbicara dari pada laki-laki. Kasus "ngrumpi"/ nge-"gosip", barangkali bisa dijadikan bukti penguat.
مُعْظَمُ النِّساَءِ يَقُلْنَ اَشْيَاءً قَلِيْلَةً فِى كَلِماتٍ كَثِيْرَةٍ
Al-Rawajiyyah mengungkapkan:
"Kebanyakan perempuan mengatakan sesuatu yang sedikit dalam kata-kata yang panjang." [Al-Rawajiyyah, _Hikam wa Amtsal_, 61]
Ungkapan tersebut barangkali tidak sepenuhnya salah. Kendati banyak perempuan yang memiliki kecenderungan sebaliknya. Namun, kebanyakan perempuan bisa jadi memang memiliki kecenderungan demikian, lebih banyak kata dengan isi yang tidak seberapa.

Lebih dari itu, seorang penyair mengatakan bahwa:
"Jika laki-laki mampu berbicara berjam-jam hanya dengan satu tema, maka perempuan lebih hebat lagi; mereka mampu berbicara dalam waktu yang lebih lama tanpa satu pun tema."
Narasi di atas barangkali mewakili paham pesimisme dalam memandang sosok "emak-emak". Paham yang mempersepsikan "emak-emak" sebagai sosok yang susah untuk cerdas dan sulit mengontrol emosi diri.
Lantas, bagaimana dengan Muslimat (NU)? Dalam pandangan optimisme saya, saya yakin bahwa ibu (maaf bukan 'emak') Muslimat (NU) adalah sosok wanita yang sabar dan cerdas. Sabar karena fakta menunjukkan bahwa mereka mampu menjalankan peran ganda, peran sebagai istri (NU) sekaligus ibu yang menjadi Madrasah utama dan pertama bagi putra-putrinya dan peran sebagai aktor reformis (rijaalul ishlaah) yang berhidmat pada umat di tengah-tengah kehidupan sosial keagamaan. Kedua-dunya mampu mereka perankan secara baik, ikhlash, dan dengan kesadaran penuh. Dikatakan cerdas, karena mereka (Muslimah) mampun mengambil moment dan posisi yang tepat, kapan saatnya harus bicara dan sebaliknya. Kapan saatnya harus di belakang dan kapan harus tampil di depan. Saat di belakang bukan berarti mereka diam. Sebaliknya, mereka justeru berperan aktif mensupport dan menjadi motivator ulung bagi aktor-aktor reformis yang berada di garda depan (NU). Tanpa Muslimah, jelas NU tidak akan bisa eksis, apalagi berkembang. Di balik keberhasilan NU, ada sosok Muslimah yang hebat di belakangnya.
KH. Agoes Ali Masyhuri mengingatkan:
"Jika ada orang yang sukses dan penuh keberkahan, tanyalah 2 (dua) hal: siapa ibu yang melahirkan dan siapa istrinya."
Bisyr bin Haris menegaskan:
الصبر هو الصمت ، والصمت من الصبر ، ولا يكون المتكلم أورع من الصامت ، إلا رجل عالم يتكلم في موضعه ويسكت في موضعه "
"Sabar adalah diam, diam sebagian dari sabar, orang yang berbicara tidak akan menjadi lebih wira'i daripada orang yang diam kecuali orang yang cerdas, dia bicara pada tempatnya dan diam juga pada tempatnya." [Bisyr bin Haris w.277 H]
Selamat & sukses HARLAH ke-73 Muslimat NU, "Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa."
Ponorogo, 27 Januari 2019


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Leave A Comment...