Jabariyyah, Qadariyyah, dan Ahlu Sunnah

Jabariyyah, Qadariyyah, dan Ahlu Sunnah


Ada 3 Sikap Kelompok Aliran Teologi Dalam Islam Ketika Menghadapi Wabah Bala Penyakit

1. Jabariyyah

▪Menyerahkan Sepenuhnya Pada Takdir Allah, Namun Tanpa Ada Usaha dan Ikhtiar. 

▪Pandangan kelompok ini menganggap bahwa semua wabah penyakit itu semata berasal dari Allah Subhanahuwata'ala.
Namun, mereka tidak mau peduli dengan usaha syariat untuk menghindarinya.

▪Mereka berpandangan sekiranya mereka terkena wabah penyakit tersebut merupakan takdir dari Allah. 

▪Kalau pun nanti meninggal dunia itu pun juga sudah takdir dari Allah. 

▪Sekiranya mereka selamat -tidak terkena apa-apa- itu pun juga sudah takdir dari Allah subhanahuwata'ala.

▪Mereka tak peduli masker, tak peduli alat pencegahan kesehatan, dan tak peduli orang lain, mereka hanya peduli keyakinan mereka semata.

▪Himbauan medis tidak ada dalam kamus mereka, kecuali jika memang sudah parah kondisinya, itu pun jika sudah terpaksa.

▪ Contoh slogannya, misalnya: "Kami hanya takut kepada Allah, tidak takut Corona! Corona itu juga makhluk Allah!" (tanpa mengindahkan arahan dan himbauan dunia medis).

▪Kelompok tersebut hanya peduli pada keyakinan mereka sendiri, tanpa memperdulikan efek serta dampak yang bisa saja ditimbulkan dari kelompok mereka sendiri dari penyebaran virus itu pada orang sekitarnya. 

▪ Intinya, kelompok paham Jabariyyah ini hanya peduli pada pemberi "Asbab", bukan pada "Musabbab". 
Yakin hanya pada Allah, tapi tidak yakin pada Sunatullah-Nya. 

2. Qadariyyah

▪Sepenuhnya Yakin Pada Kekuatan Diri Sendiri, Tanpa Melibatkan Kekuatan Allah Subhanahuwata'ala Sama Sekali.

▪Cara berpikir kelompok ini seringkali mengandalkan kemampuan diri sendiri atau orang lain yang dianggapnya kuat atau kemampuan seorang pemimpin atau para pengelola negara yang mereka yakini kemampuannya. 

▪Mereka hanya berkeyakinan penuh pada kecanggihan peralatan medis serta kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, menafikan Allah Subhanahuwata'ala dalam setiap peristiwa dan kejadian.

▪ Biasa mereka berslogan, umpamanya: "Kami tidak takut Corona. Ayo kita lawan Corona!" atau "Peralatan medis kita sudah canggih! Corona tak akan masuk ke Indonesia!" dsb.

▪Kelompok paham ini seringkali lebih mengandalkan logika dan rasio, ketimbang keyakinan hati dan iman. Semua dinilai secara materialistik dan realistik. 

▪ Intinya, paham Qadariyyah ini hanya melihat dan meyakini faktor "Musabbab", namun mengabaikan Sang Pemberi "Asbab".

3. Ahlu Sunnah wal Jama'ah

▪Menyeimbangkan Antara Ikhtiar dan Tawakkal. 

▪Kelompok Ahlu Sunnah wal Jama'ah memiliki sikap dan pandangan mu'tadil dan mutawasith; seimbang dan berimbang.

▪Mereka tidak terlalu takut berlebihan dan tidak pula menantang penuh kesombongan. Menyeimbangkan antara ikhtiar dan tawakkal.

▪Mereka selalu berusaha bertawakkal mendekatkan diri pada Allah subhanahuwata'ala dengan doa dan dzikir, namun pada saat yang sama, mereka juga selalu berikhtiar dengan obat-obatan yang membuat fit badan. 

▪Mereka senantiasa menjaga kebersihan fisik dan juga kebersihan bathin. 

▪Mereka berdoa dan memakai masker bila diperlukan. 

▪Kelompok ini mengikuti aturan medis juga mematuhi dan tunduk pada aturan agama dan ilmu pengetahuan. Keseimbangan antara nalar dan iman, kesetaraan antara hati dan logika akal.

▪Jika disarankan agar mereka menghindari penyebab antiasipasinya, misalnya menjauhi kerumunan massa, mereka akan lakukan, tapi mereka juga tak lupa berlindung dengan Allah dari segala kemudharatan. 

▪Kelompok ini berkeyakinan bahwa Allah yang menjadi "Musabbab", tapi juga Dia yang menciptakan "Asbab". Dia yang menurunkan bala wabah penyakit, namun Dia pula yang memberikan cara menghindari dan penyembuhan wabah penyakit tersebut.

▪Kita bisa belajar dari sikap dan tindakan Khalifah Rasulullah Shallahu alaihi wassalam, Manakala Khalifah Umar bin Khattab dan pasukannya membatalkan rencananya memasuki kota Syam yang ketika itu sedang terserang wabah penyakit -sewaktu di kota Sargh- salah seorang sahabat bernama Abu Ubaidah al- Jarrah mendebatnya.

*أنفر من قدر الله، يا أمير المؤمنين؟*

"Akankah kita akan menghindar dari takdir Allah, wahai Amirul mukminin?!"

Lantas Umar bin Khattab menjawab:

*نعم، نفر من قدر الله إلى قدر الله!*

"Benar! Kita menghindari dari satu takdir Allah kepada takdir-Nya yang lain!"

Tak berapa lama, datanglah sahabat lainnya, Abdurrahman bin Auf yang menyampaikan hadits Rasulullah yang pernah didengarnya saat ia masih bersama Rasulullah semasa hidupnya.

*قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا سمعتم به - أي الطاعون- بأرض الوباء فلا تقدموا عليه وإذا وقع وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه. [رواه البخاري]*

Rasulullah bersabda: "Jika kalian mendengar adanya satu wabah penyakit di satu negeri, maka janganlah kalian memasukinya dan jika kalian berada di negeri itu, maka janganlah pula kalian meninggalkannya karena menghindarinya." 
[HR. Bukhari]

▪Nah tentang soal tawakkal, kita bisa belajar pula dari kisah salah seorang sahabat Nabi yang meninggalkan tali kekang untanya terlepas begitu saja, tanpa diikatkan di sebuah batu saat ia memasuki masjid Nabawi untuk beribadah.

Lantas Rasulullah menegurnya, "Kenapa tidak kau ikat untamu itu?!"

Di menjawab: "Aku serahkan untaku pada Allah, ya Rasulullah! Jika Allah menghendaki-Nya dia tetap ada bersamaku. Tapi jika Allah  menghendakinya hilang, maka dia hilang dariku!"

Rasulullah tersenyum. 
"Bukan begitu caranya!"

Nabi lantas mengajarkan ikhtiar dengan cara memintanya mengikat untanya, lantas Nabi  bersabda: 
"Sekarang barulah engkau bertawakkal dan serahkan semuanya pada Allah!"

Begitulah ajaran Rasulullah dalam bertawakkal yang sesuai sunnah dan ajaran Islam. 

Jika pun semua ikhtiar dan tawakkal sudah sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal, hasilnya tidak sesuai yang diharapkan, barulah kita bicara soal takdir. Bukan takdir tanpa ikhtiar tanpa tawakkal, bukan?!!

Wallahu 'alam.

Sosialisasi Usia Pra-Nikah UU 2019

Sosialisasi Usia Pra-Nikah UU 2019


Sosialisasi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan

Penyuluh Agama Islam Honorer (PAIH) Kec. Pulung Ponorogo memberikan Sosialisasi Undang-Undang No. 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 1 tahun 1974 di SMAN 1 Kec. Pulung Kabupaten Ponorogo.

Kegiatan ini bertempat Masjid SMAN 1 Kec. Pulung. Diikuti oleh peserta dari Siswa dan Siswi Kelas X dan XI, terdiri dari Jurusan IPA dan Jurusan IPS. keseluruhan peserta lebih dari 150 Siswa, Guru Agama, dan PAIH Kec. Pulung.

Kami menyampaikan materi sosialisasi dengan metode ceramah dan tanya jawab. Materi disajikan dalam slide power point, agar atensi siswa terjaga. Tak lupa kami memberikan angket. Isinya beberapa pertanyaan personal seperti:
- Dengan siapa curhat?
- Pernah pacaran?
- Apakah orang tua mengetahui?
- Dan seterusnya

Angket direkap berupa angka kuantitatif. Dibahas di sesi akhir acara untuk diketahui oleh semua peserta. Data angket ini tidak hanya penting bagi PAIH tetapi juga penting untuk guru agama. Utamanya mengetahui perkembangan siswa-siswinya agar terhindar dari hal-hal yang tidak dikehendaki seperti hamil di luar nikah.

Tidak hanya sampai di sini, kegiatan sosialisasi rencananya akan dilaksanakan kembali di SMK 'Ainul Ulum dan MA Muhammadiyah Kecamatan Pulung. Untuk di awal kami memprioritaskan peserta usia di rentang 16-18 tahun, yaitu usia SMA sederajad.

Dinamika perubahan undang-undang di indonesia selaras dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman yang terjadi selalu diikuti dengan penyelarasan peraturan perundang undangan yang berlaku yang disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat. selama tidak bertentangan dengan norma norma yang berlaku.

Terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019 adalah merupakan penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Secara Subtantif tidak ada perubahan yang signifikan pada undang-undang nomor 1 tahun 1974. Namun seiring dengan perkembangan perundang undangan di indonesia, bahwa menurut undang-undang perlindungan anak orang yang masih berumur dibawah 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak anak, sehingga pemerintah memandang perlunya perubahan pada batas usia perkawinan.

Apabila mengikuti undang udang nomor 1 tahun 1974 maka perkawinan yang terjadi akan tidak sesuai dengan undang- undang perlindungan anak, karena dalam undang-undang perlindungan anak, yang disebut sebagai anak adalah orang yang masih berusia dibawah 18 tahun dan pada pasal 26 disebutkan bahwa orang tua berkewajiban mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak,"

Terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019 adalah upaya pemerintah dalam rangka melindungi perkawinan yang sah dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan diberlakukannya undang undang nomor 16 tahun 2019 batas usia yang diizinkan untuk menikah yang sebelumnya pada udang undang nomor 1 tahun 1974 adalah bagi laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun menjadi usia 19 tahun bagi laki laki dan perempuan. dalam undang undang nomor 16 tahun 2019 juga mengatur apabila terdapat penyimpangan dalam hal ketentuan umur, maka diperlukan dispensasi dari pengadilan agar dapat melanjutkan perkawinan.

Dengan terbitnya undang undang nomor 16 tahun 2019, resiko yang timbul atas perkawinan yang sah dapat diminimalisir, dan juga bagi kedua pengantin akan mendapat jaminan kepastian hukum yang lebih pasti.










Tiga Jenis Kelompok Radikal

Tiga Jenis Kelompok Radikal


Tiga Jenis Kelompok Radikal
Secara umum yang bisa kita identifikasi sebagai kelompok radikal itu sebagai berikut:

    Kaum Takfiri
Pertama, kaum takfiri yang menganggap kelompok selainnya sebagai kafir. Berbeda pandangan sedikit saja langsung kita dikafirkan. Ini radikal dalam keyakinan. Hal ini terjadi karena rendahnya pemahaman dan kurang dalamnya penggalian serta penafsiran makna Al-Qur'an maupun Hadits (Dangkalnya Pemahaman terhadap Al-Qur'an & Hadits). Seperti yang kita ketahui memahami Al-Qur'an dan Hadits memerlukan modal dasar disiplin keilmuan lain. Tidak boleh menafsirkannya dengan modal pemahaman sendiri apalagi dibumbui dengan sentimen pribadi dan golongan.

    Kelompok Jihadis
Kedua, kelompok jihadis yang membunuh orang lain atas nama Islam. Mereka melakukan tindakan di luar hukum tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i. Ini radikal dalam tindakan. Pemahaman tekstual dan sempit dari sebagian kelompok ini juga mengakibatkan non-muslim memiliki stigma negatif terhadap Islam. Contohnya, penafsiran dan penggunaan ayat-ayat perang yang tidak relevan digunakan menjadi dalil bom bunuh diri atas nama jihad. Umumnya jihadis ini berkembang melalui kekerabatan, sekolah, pengajian, konflik lokal. Keempat lini ini juga memungkinkan adanya pembentukan identitas dan konsolidasi para jihadis mengingat mereka selalu bertemu dalam aktivitas sehari-hari.

    Kelompok Ideologi
Ketiga, kelompok yang hendak mengganti ideologi negara dengan menegakkan Negara Islam khilafah. Tindakan mereka menciderai kesepakatan pendiri bangsa. Ini radikal dalam politik. Khilafah Itu Islami Tapi Tidak Berarti Islami Adalah Khilafah. NKRI sudah bersyariah tidak perlu berkhilafah. Ambil contoh sila pertama PANCASILA tentang Ketuhanan Yang Maha Esa (nilai dasar). Kemudian nilai instrumentalnya adalah UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 & 2 tentang agama, ada juga Undang-undang tentang haji, undang-undang pengelolaan zakat, dan masih banyak lagi.

Karakter radikal di atas bisa merupakan kombinasi ketiganya: mengkafirkan, membunuh, dan mau mengganti ideologi Pancasila. Ini yang paling berbahaya, apalagi kalau mereka merupakan jaringan transnasional. Tentu pemerintah harus bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok ini. Jika tidak segera ditangani secara tepat bisa menyebabkan disintegrasi nasional.


Dirangkum dari berbagai sumber:
-https://www.nu.or.id/post/read/108082/dangkalnya-pemahaman-terhadap-al-quran-hadits-munculkan-kaum-takfiri
-https://www.paramadina-pusad.or.id/telusur-empat-jalur-jihadis-indonesia/


Harlah Nahdlatul Ulama ke-94

Harlah Nahdlatul Ulama ke-94

HARLAH NU ke-94
NU lahir pada 31 Januari 1926 di Surabaya, Jawa Timur. Tanggal tersebut bertepatan dengan 16 Rajab 1344. Selain memperingati Harlah versi masehi, Harlah NU juga diperingati dalam versi hijriah, yaitu pada setiap 16 Rajab.

Harlah tahun ini mengusung tema Meneguhkan Kemandirian NU bagi Peradaban Dunia. Kemandirian yang dimaksud bukan hanya tentang ekonomi, melainkan juga dalam bidang sosial, politik, dan bidang-bidang lainnya. Jika kemandirian bisa dilakukan secara optimal maka akan mengurangi beban pemerintah.

Kemandirian itu bukan berarti kita berhadapan dengan pemerintah, tetapi bagaimana mengoptimalkan kapasitas & kapabilitas jam'iyah NU. Semangat kemandirian dapat memperkuat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Contohnya KOIN (kotak infaq) NU. Koin NU mempunyai banyak kemanfaatan untuk masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk program. Ada bantuan untuk program pendidikan, kesehatan, siaga bencana, dll.













Khutbah Jum'at - tidak banyak amal, bisa masuk surga

Khutbah Jum'at - tidak banyak amal, bisa masuk surga


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Amma ba’du

Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah memberikan kita berbagai karunia. Karunia terbesar yang Allah berikan adalah karunia Iman dan Islam. Moga kita semakin bersyukur atas nikmat tersebut dan kita bisa buktikan dengan semakin meningkatkan ketakwaan kita pada Allah Ta’ala.

Perintah dalam ayat tentang takwa,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Takwa inilah yang nanti menyelamatkan kita dari siksa neraka.

Shalawat dan salam semoga tercurah pada junjungan dan suri tauladan kita, Nabi akhir zaman, Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada Ummahatul Mukmin, kepada para sahabat tercinta, kepada khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum) serta yang mengikuti para salaf tadi dengan baik hingga akhir zaman.

Para jama’ah shalat jumat rahimani wa rahimakumullah …

Ada orang yang tidak banyak amal namun bisa masuk surga.

Apa bisa? Bisa, ada dua hal yang mesti ia perhatikan.

Yang pertama karena memperhatikan yang wajib.

Thalhah bin ‘Ubaidilah radhiyallahu ‘anhu berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ، ثَائِرُ الرَّأْسِ ، يُسْمَعُ دَوِىُّ صَوْتِهِ ، وَلاَ يُفْقَهُ مَا يَقُولُ حَتَّى دَنَا ، فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلاَمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – – صلى الله عليه وسلم – « خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ » . فَقَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ » . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَصِيَامُ رَمَضَانَ » . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهُ قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ » . قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الزَّكَاةَ . قَالَ هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا قَالَ « لاَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ » . قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلاَ أَنْقُصُ . قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ »

“Ada seorang lelaki yang beruban kepalanya dari Ahli Najd datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kami dapat mendengar gema suaranya tapi tidak memahami apa yang ia katakan, sampai ia berada dekat dengan beliau.

Ternyata ia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam itu mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam.”

Laki-laki tersebut bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban lain selain itu untukku?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, kecuali engkau ingin menambah dengan yang sunnah.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi, “Islam juga mengerjakan puasa di bulan Ramadhan.”

Laki-laki tersebut bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban lain selain itu untukku?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, kecuali engkau ingin menambah dengan yang sunnah.”

Thalhah melanjutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lagi tentang masalah zakat. Laki-laki tersebut bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban lain selain itu untukku?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, kecuali engkau ingin menambah dengan yang sunnah.”

Lalu lelaki tersebut berbalik pergi lalu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menambahkan dan juga mengurangi sedikit pun darinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Beruntunglah orang tersebut jika ia jujur.” (HR. Bukhari, no. 46 dan Muslim, no. 11)



Juga disebutkan kewajiban lainnya dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ أَعْرَابِيًّا أَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ . قَالَ « تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوبَةَ ، وَتُؤَدِّى الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ » . قَالَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ أَزِيدُ عَلَى هَذَا . فَلَمَّا وَلَّى قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا »

“Ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku amal yang jika aku lakukan, aku dapat masuk surga.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau menyembah Allah semata, tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun juga; engkau mengerjakan shalat wajib; engkau menunaikan zakat yang wajib; juga engkau berpuasa di bulan Ramadhan.”

Arab Badui tersebut berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada pada tangan-Nya, aku tidak akan menambahkan selain itu.”

Ketika orang tersebut berbalik pulang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang senang melihat seseorang dari ahli surga, maka lihatlah orang ini.” (HR. Bukhari, no. 1397 dan Muslim, no. 14)



Yang kedua karena tidak punya rasa dendam dan hasad (cemburu) pada orang lain.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun berkata, ‘Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga.’ Maka munculah seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya, “Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu hingga berlalu tiga hari?” Maka orang tersebut menjawab, “Silakan.”

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya,

“Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bercerita bahwasanya ia pun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam. Hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka ia pun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat Shubuh. ‘Abdullah bertutur, ‘Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.’

Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka aku pun berkata kepadanya, ‘Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali bahwa akan muncul kala itu kepada kami seorang penduduk surga. Lantas engkaulah yang muncul, maka aku pun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku teladani. Namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Lantas apakah yang telah membuatmu memiliki keistimewaan sehingga disebut-sebut oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Orang itu berkata, ‘Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat.’ Abdullah bertutur,

فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

‘Tatkala aku berpaling pergi, ia pun memanggilku dan berkata bahwa amalannya hanyalah seperti yang terlihat, hanya saja ia tidak memiliki perasaan dendam dalam hati kepada seorang muslim pun dan ia tidak pernah hasad kepada seorang pun atas kebaikan yang Allah berikan kepada yang lain.’ Abdullah berkata, ‘Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga, pen.) dan inilah yang tidak kami mampui.” (HR. Ahmad, 3: 166. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Demikian khutbah pertama ini.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

Khutbah Kedua
الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ



Amma ba’du

Ma’asyirol muslimin jama’ah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …



Disebutkan dalam hadits yang dibahas dalam khutbah pertama tadi mengenai amalan wajib saja. Maka siapa saja yang mencukupkan diri dengan amalan wajib atas dasar iman yang benar dan mengharap pahala dari Allah, maka ia akan selamat dan masuk surga walau tidak melakukan yang sunnah. Apalagi jika amalan sunnah diperhatikan lebih menyelamatkan dirinya.

Begitu juga akhlak yang mulia akan mengantarkan pada surga dengan mudah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ « تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ ». وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ « الْفَمُ وَالْفَرْجُ »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi, no. 2004 dan Ibnu Majah, no. 4246. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah pada kita untuk berakhlak mulia dan menjalankan kewajiban dengan iman yang benar.



إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ وَنَحْنُ نَعْلَمُ ، وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْنَا وَبِكَ آمَنَّا وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَبِكَ خَاصَمْنَا، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِعِزَّتِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنَا، أَنْتَ الْحَىُّ الَّذِى لاَ يَمُوتُ وَالْجِنُّ وَالإِنْسُ يَمُوتُونَ

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُوْرِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِي

Tes Tulis Seleksi Calon PPK 2020 Ponorogo

Tes Tulis Seleksi Calon PPK 2020 Ponorogo



Tes Tulis Seleksi Calon PPK 2020 Ponorogo

Setelah dilaluinya proses administrasi seleksi calon PPK untuk PILBUP (Pilihan Bupati) 2020, dilaksanakanlah seleksi tes tulis. Diikuti oleh 331 peserta diantaranya 236 laki-laki dan 95 perempuan. Yang nantinya akan diambil 10 orang per kecamatan, kemudian di seleksi lagi menjadi 5 orang per kecamatan dalam tahapan seleksi wawancara. Di Ponorogo ada 21 Kecamatan, artinya kebutuhan PPK nya adalah 105 orang PPK. Perekrutan PPK ini adalah bagian dari tahapan Pemilihan bupati tahun 2020.

Seleksi tes tulis dilaksanakan pada kamis pagi di Kampus INSURI Ponorogo. Diawali dengan apel untuk memberikan informasi terkait dengan rule atau aturan-aturan seleksi tulis. Dilanjutkan dengan pengarahan dari ketua KPU kabupaten Ponorogo H. Munajat. Beliau menyampaian pentingnya menjunjung tinggi nilai integritas (kejujuran) dan sportifitas. Karena seleksi tulis ini adalah bagian dari kompetisi yang artinya akan ada yang lulus dan akan ada yang gugur.

Pengarahan selanjutnya adalah dari Kordiv. Pengawasan, Hubungan Masyarakat & Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Ponorogo, Bpk. Juwaini. Beliau berpesan ” Calon PPK yang lulus nanti, agar berkonsolidasi dan bersinergi dengan Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan)”. Untuk suksesnya tahapan demi tahapan Pemilihan Bupati 2020.

Sekretaris KPU Ponorogo, Muhamad Kujaeni melanjutkan pengarahan terkait dengan aturan-aturan tes tulis. Beliau menjelaskan bahwa jenis soal nanti ada 3 tipe yaitu tipe A, B, dan C. Peserta dilarang berdiskusi atau bertanya kepada teman lain selama berlangsungnya ujian tulis. Ada 100 soal pilihan ganda dan diberikan waktu selama 120 menit atau 2 jam. Yang sudah selesai sebelum waktu berakhir diperbolehkan meninggalkan tempat ujian.











Bela Negara

Bela Negara

BELA NEGARA
é  Dasar-dasar hukum yang memuat tentang hak dan kewajiban bela negara adalah:
Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945:
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara"
Pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945:
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung."
Pasal 68 Undang-Undang Rl No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
“Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Rl No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara:
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.”